Rabu, 27 April 2016

Idealisme Jersey dan Uang

Mayoritas liga Eropa musim ini tinggal menyisakan satu bulan dan sebelum ‘istirahat’ dari kompetisi domestik, ada beberapa gambar yang dikabarkan sebagai kostum klub-klub top Eropa musim depan.


Memiliki kostum baru sebelum produk tersebut dilempar ke pasaran mungkin bisa menjadi salah satu kebanggaan bagi suporter, tapi untuk pihak klub, bukan design atau ornamen baru yang membuat mereka tergiur, melainkan dana sponsor utama.

Logo sponsor yang terpampang di kostum tim sering kali menjadi ciri tersendiri, anggap saja kita membicara Opel, maka nama Bayern Muenchen dan AC Milan akan keluar di kepala. Pirelli, menunjukkan Inter Milan, dan Parmalat adalah Parma.

Keberdaan sponsor di kostum sebuah tim sudah terjadi sejak era 50-an dengan klub Uruguay, Penarol sebagai pionirnya. Kemudian Eintracht Braunschweig memampang logo minuman alkohol, Jagermeister. dan Kettering Town mempromosikan perusahaan lokal, Kattering Tyres untuk menjadi klub Inggris pertama yang menempel sponsor di kostum mereka.

Sejak saat itu, kostum tim menjadi salah satu papan iklan terbaik bagi para kapitalis, dan dalam 40 tahun terakhir nilai kontrak mereka dengan klub sepak bola kian meroket.

Menurut Sport+Markt, 16 tahun lalu, nilai sponsor ini berkisar 235 juta Euro. 2011, angka tersebut naik menjadi 479 juta Euro dan kini kabarnya telah mencapai tiga kali lipatnya. LUAR BIASA!
A
Sebuah klub bisa menggunakan kostum mereka sebagai pundi-pundi uang melalui tiga cara. Kerja sama dengan apparel olahraga, penjualan langsung dari klub, dan kontrak sponsor yang terpampang di kostum. Bukan hanya sponsor utama di bagian depan kostum, tapi juga samping dan belakang. Hal ini normal terjadi di sepak bola, tapi tidak semua klub mengutamakan sponsor sebagai keran uang mereka.

Klub asal Skotlandia, Clydebank pernah mempromosikan boyband daerah mereka, Wet Wet Wet pada 1994. West Bromwich Albion (WBA) menggunakan kostum mereka untuk kampanye anti-merokok selama dua tahun (1984-1986), sementara klub Yunani, Voukefala memilih rumah bordil sebagai sponsor utama mereka, klub lain di Negeri Seribu Dewa memampang nama rumah sakit di bagian dada mereka.



Presiden Voukefala, Giannis Bartzolias mengaku keputusannya murni demi menghidupkan ekonomi klub.

“Saat mereka menawarkan diri, kami tidak bisa menolak.", Ungkap Bartzolias.

Veukefala bukan klub pertama yang disponsori rumah bordil, Trento Calcio 1921 pernah melakukan hal serupa pada 2007. Bahkan bukan hanya nama tempat, kostum tim seakan digunakan sebagai katalog.

Serupa dengan Trento Calcio, klub Brazil, Botafago menggunakan pakaian mereka layaknya selebaran pasar swalayan.

Entah berapa yang didapat Veukefala dan Trento, tapi secara logika, pendapatan mereka dari sponsor tersebut pasti lebih besar dibanding kebijakan Clydebank dan WBA.

Atletico Madrid lebih unik lagi. Pada periode pertama Fernando Torres bersama klub, Atletico Madrid memampang logo dan tulisan Spiderman 2 di kostum mereka. Hal ini lahir berkat kesepakatan mereka dengan Columbia Pictures, sebuah rumah produksi asal Amerika Serikat.

Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.

Awalnya kostum tim hanya memampang satu produk, tapi lama kelamaan menjadi banyak. Pesepakbola-pun terlihat bagaikan atlet balap sepeda.

Contoh terdekat yang bisa kita lihat adalah Persib  Bandung, tapi kebijakan mereka tidaklah aneh. Mjallby AIF di Swedia memiliki 13 sponsor menempel di kostum mereka, dan ini adalah sesuatu yang wajar di sana.

Kebijakan Persib merupakan salah satu cara mereka lepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan memang tidak semua orang menyukai langkah sebuah klub ‘menjual identitas’ mereka.

Sama seperti Pirelli lekat dengan Inter Milan, sponsor yang menempel di kostum tim juga bisa menjadi gambaran sebuah klub. Inilah alasan mengapa Newcastle United, Blackpool, dan Hearts yang disponsori oleh perusahaan peminjaman uang, Wonga sempat dikritik.

Striker Newcastle United, Papiss Cisse bahkan mengaku ingin hengkang karena alasan ini. Untungnya The Magpies –julukan Newcastle- berkompromi dengan striker Senegal tersebut.

Jika penempatan sponsor di kostum tim hanya untuk mendapatkan uang, mengapa Malaga bekerjasama dengan UNESCO ? Kenapa FC Barcelona sempat menempelkan UNICEF di kostum mereka ? Saat organisasi itu terpampang pada kostum dua tim Spanyol di atas, merekalah yang mendapatkan uang dari klub, bukan sebaliknya.

Bahkan penempatan UNICEF di dada FC Barcelona membuat klub Katalan tersebut menanggalkan tradisi mereka. UNICEF menjadi pengecualian karena demi nilai kemanusiaan, tapi sialnya organisasi itu hanyalah awal dari keruntuhan budaya.

Kini FC Barcelona bekerjasama dengan Qatar Sport Investment (QSI), sebuah organisasi perusahaan yang juga memayungi klub Perancis, Paris Saint-Germain. Kontroversi kostum FC Barcelona masih berlanjut hingga sekarang karena Qatar dikabarkan sebagai sumber dana kelompok teroris seperti Assad dan Muslim Brotherhood atau yang dikenal juga sebagai Al-Ikhwan Al Muslimun.

Semua pro-kontra itu normal.

Sepak bola memang menyatukan publik, tapi bersatu bukan berarti seragam. Lagipula, saat Eintracht Braunsweig menempelkan logo Jagermeister di kostum mereka, sudah larangan dari Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), tapi demi 160 hingga 800 ribu Marks –mata uang Jerman sebelum Euro-, pihak klub malah mengancam DFB dengan merencanakan perubahan logo menjadi rusa, layaknya Jagermeister. Pilih mana ?



*Diterbitkan pada 01/04/2016
*Diedit oleh @Adrieedu

Tidak ada komentar: